tiket night bus - US20/orang
Sehari sebelum berangkat, teman saya mereferensikan sebuah blog untuk membantu trip kami (thx to Lala). Di dalam blog disebutkan agen bus Virak Buntham sebagai agen bus incerannya. Jadilah kami memutuskan mengikuti blog tsb (tidak pesan di Sinh Travel lagi).
Sekitar jam 18.30 sebuah mobil elf ber-AC menjemput kami di penginapa. Di dalamnya sudah ada 2 cewe bule. ternyata kami lama dijemput (sampai saya berkali-kali makan untuk menghabiskan waktu *alasan sih*), karena ternyata dia harus menjemput penumpang yang lain juga.
Kami bertanya-tanya dia akan membawa kami di daerah mana. Ppada saat kami ke old market pada malam kedatangan kami, sempat lewat ruko yang bertuliskan agen bus tsb, cuma kami gak yakin. Tapi ternyata beneran itu tempatnya.
Saat sampai di sana, kami kira harus check in lagi di dalam, ternyata tidak perlu, dan kami disuruh untuk langsung naik ke bus yang sudah stand by di depan kantor mereka. Dan lewat dari jam 19.00 bus baru berangkat.
Disinilah kekecewaan itu dimulai.
1. Kondisi bus tidak terlalu bagus. Busnya sudah tua, banyak bangku yang rusak (dalam arti, sandarannya tidak bisa dimundurin (kursi cewe bule depan saya tuh tegak banget), atau malah "ngejeglak" sendiri ke belakang seperti kursi Desy dan cewe bule di depannya).
Kursi penumpang ada di lantai 2, sementara lantai 1-nya merupakan tempat sopir beserta barang-barang mereka.
2. Jangankan tissue basah, air mineral aja tidak dikasih. Kami yang berpikir akan naik bus dengan kondisi paling tidak sama dengan bus dari Sinh travel, tidak membawa persediaan air mineral yang cukup untuk perjalanan panjang seperti itu.
3. Tidak ada pendamping yang bisa bahasa Inggris, at least sampai saat kami harus pindah bus (yang merupakan puncak kekesalan saya).
4. Menaikturunkan penumpang di tengah jalan mirip dengan agen travel sebelumnya, tetapi yang ini keterlaluan sekali. Ada seorang ibu penduduk lokal yang pada saat naik bersama dengan 1 rombongan keluarga (pada saat di pemberhentian pertama saya melihat mereka makan bersama semeja). Tapi saat di pemberhentian pertama itu, saya dicegat oleh ibu tsb dan dia ngomong pake bahasa dewa-nya dengan nada memelas dan muka memelas. Saya yang turun untuk ke toilet tidak membawa apapun dan tidak mengerti sama sekali apa yang dia bicarakan, jadi saya hanya tersenyum.
Tidak berapa lama, si ibu naik ke bus dan mulai ngomong gak jelas lagi (dengan muka dan nada memelas) ke cowo bule yang duduk paling depan (yang saat itu lagi ngobrol dengan bule-bule lainnya).
Kecurigaan saya pun terbukti. Ini ibu minta sedekah..entah apalah alasannya.
Bisa dibayangkan? Untuk bus yang harus kami bayar USD20/orang bisa mengangkut peminta-minta atau katakanlah si ibu bukan pengemis, tetapi bayar berapa sebenarnya dia untuk ongkos bus tsb?!?!?!
Bule-bule depan saya merasa mereka kena tipu, begitupun kami berdua.
5. Sekitar jam 01.30, tida-tiba bus berhenti di depan sebuah club yang sudah tutup. Semua penumpang yang ke Pnom Penh diminta turun untuk ganti bus, tapi tidak ada penjelasan apapun lagi, tiba-tiba AC dimatiin, lampu di dalam bus dimatiin, akhirnya mesin mobil dimatiin.
Ada 1 cowo bule yang naik bareng kami sejak dari Siam Reap dengan tujuan HCMC juga, turun untuk foto-foto di luar, tiba-tiba naik dan membereskan barang bawaannya dengan terburu-buru, lalu dia melihat ke arah saya dengan agak bingung. Tapi karena dia terburu-buru begitu, saya jadi langsung berpikir bahwa kami juga harus ikutan turun. Saya membangunkan Desy yang sedang pulas, dan segera kami turun.
Di bawah ada petugas dari travelnya yang sedang mengangkat barang. Saya hanya menyebutkan "Ho Chi Minh", dan dia langsung menunjuk ke 1 bus yang sudah stand by di seberang jalan.
Gilaaaaaa....di tengah malam pindah bus gak pake ngomong.
Bener-bener bikin marah, tapi gak mungkin ngomelin mereka >.<
Bus yang baru ini kondisinya jauh lebih bagus daripada bus pertama yang kami naiki tadi. Isinya juga wisatawan semua, dan yang terpenting pendampingnya bisa berbahasa Inggris. Dan lagi, sopir bus yang ini nyetirnya ngebut. Lalu setelah saya perhatikan, rute yang ditempuh berbeda dengan rute keberangkatan kami ke Siam reap. Kami tidak lagi menyebrangi sungai, tidak melewati deretan sawah, tetapi malah masuk jalan tol terus. Saya gak tahu harus lebih jengkel dengan Sinh Travel karena memilih jalur yang lebih jauh, atau dengan Virak Buntham ini. Karena menurut saya, akar masalah yang paling menjengkelkan dari kedua travel ini adalah tidak adanya penjelasan.
12 Juni 2012
Sekitar jam 06.00 bus berhenti lagi di Mony's Restaurant, dan diumumkan bahwa bus akan berhenti di sini selama 30 menit, sehingga mereka yang mau ke toilet atau menyegarkan diri, maupun sarapan sangat dipersilahkan. Di tempat ini kesempatan saya untuk membeli air mineral (1USD utk 2 botol, atau 1 Riel utk 1 botol). Kondisi restaurant yang kotor (banyak ayam dan anjing berkeliaran), membuat saya tidak nafsu membeli makanan apapun. Air mineral terpaksa dibeli supaya tidak dehidrasi.
bagian depan Moni's Restaurant
Sekali lagi, tidak ontime itu terjadi lagi. Dibilangnya berhenti 30 menit, ternyata 1 jam lebih kami berhenti disini. Jam 07.00 bus jalan lagi.
Saat berhenti tadi pagi dan melihat tulisan Mony's Restaurant, saya berasa de javu. Seolah-oleh pernah melihat resto ini sebelumnya.
Dan ternyata, memang saya sudah pernah melihat sebelumnya, yaitu pada saat keberangkatan menuju Siam reap. Resto ini ada di perbatasan Kamboja, dekat dengan area hotel dan kasino yang bertebaran di daerah perbatasan tsb.
Ini berarti paling tidak 3 jam lagi kami akan sampai di HCMC. Wooahhh lega rasanya...
Jam 10 teng bus sampai di daerah Pham Ngu Lao, berhenti pas di pinggir taman di seberang hotel Liberty. Kami sudah berencana untuk nongkrong di sekitaran ben tanh market sambil menunggu flight kami ke Jakarta (jam 20.20), setelah membei makan.
Kami memutuskan untuk mencoba Pho yang ada di dalam gang tempat Saigon Youth Hostel, yang belum sempat kami coba juga meski sempat ngintip dan sepertinya enak. pho di sini harganya 1/2nya pho yang ada di ben tanh maupun di Pho 24, tapi rasanya tidak kalah enak. Seger beneeeerrr...
pho small - 20.000VND (big = 24.000 VND)
Setelah kenyang, akhirnya kami masuk ke highland cofee yang cukup populer di HCMC, sambil memanfaatkan free wifi mereka. Desy memesan kopi lebih dulu, karena saya berencana mengunjungi ben tanh market lagi (bakalan bosen kalo di dalam sini berjam-jam). Jadi setelah beberapa saat duduk ngadem di dalam, saya jalan ke arah ben tanh market, melihat-lihat lebih detail barang-barang yang dijual, sambil mencoba beberapa cemilan dan minuman yang belum sempat dicicipi kemarin-kemarin.
vietnamesse traditional cofee - 29.000VND/gelas
cool coconut - 15000 VND
(harganya beda-beda, tergantung siapa yang beli X_X)
Kembali dari ben tanh market, kami nunggu sebentar untuk kemudian jalan ke terminal bus yang berada di seberangnya, untuk naik bus 152 menuju bandara, mampir beli bekal dulu untuk pengganti makan malam.
roti isi - 15.000 VND
rotinya saja - 5.000VND
Kami sempat salah arah naik bus ini. Kami justru naik ke arah yang menjauhi bandara gara-gara arahan petuas terminal yang gak bisa Inggris >.<. Awalnya kami mengira bus akan putar balik, ternyata kami malah sampai ujung terjauh dari rute bus tsb. Untuk saja ongkos bus memang sudah kami siapkan 2x lipat dari ongkos yang seharusnya.
tips:
untuk menuju bandara naik bus 152 yang ke arah "menjauhi Pham Ngu Lao".
saat naik bus langsung bayar 4000VND ke sopirnya, nanti kita akan dikasih karcis, baru kita cari tempat duduk.
tiket bus 152 (ben tanh - bandara) - 4.000VND
Dan dari perjalanan ini, saya berpendapat Indonesia jauuuuuuuh lebih indah, tetapi objek wisata di negara lain lebih terawat.
Di Angkor Wat, saya tidak pernah kesulitan untuk mencari tempat sampah, sehingga kalau diperhatikan, kawasan Angkor Wat cukup bersih sebagai tempat wisata yang cukup banyak pengunjung. Demikian juga selama di HCMC maupun Vung Tau.
Kalau promosi wisata dilakukan lebih berbobot dan lebih banyak, pengelolaan tempat wisata dibuat se-profesional Angkor Wat, dan fasilitas diperbaiki, saya percaya bahkan kota tua di Jakarta pun akan menjadi objek wisata mutlak seperti independence palace dsk di HCMC; Dieng di Wonosobo mungkin akan menjadi sepopuler Da Lat; Kepulauan Seribu, pantai selatan di Gunung Kidul akan diserbu seperti Phuket; kawasan candi di Yogyakarta akan diminati seperti Angkor Wat (bukan seperti sekarang, dikunjungi karena harga murah, tetapi setelah masuk bakal kecewa karena banyak yang rusak dan tidak terawat).
Itu saja hanya beberapa kawasan di daerah Jawa yang saya sebutkan. Masih ada objek wisata indah lainnya di pulau lain di Indonesia yang juga belum dioptimalkan, dan bahkan warga Indonesia sendiri belum tentu menyadari keberadaannya.
Sekali lagi, semoga aja bidang pariwisata Indonesia membaik.
Ditulis oleh Octaviani
Ditulis oleh Octaviani