BONO. Kata itu tidak terlalu bermakna buat kebanyakan orang. Namun, bagi peselancar, gelombang pasang di muara Sungai Kampar, yang disebut bono oleh warga sekitar, adalah sesuatu yang wajib dijajal. Kedahsyatan ombak sungai yang bisa mencapai lebih dari tiga meter itu amat menantang dan memiliki karakteristik berbeda dengan ombak laut.
”Luar biasa. Hanya itu yang bisa saya katakan tentang bono,” ujar Marlon Gerber, peselancar juara nasional 2011, seusai menjajal ombak bono dalam rangkaian Festival Bekudo Bono di Teluk Meranti, Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, beberapa saat lalu.
Peselancar senior Indonesia, Arya Subiakto, dalam tiga tahun terakhir tak pernah absen menjajal bono yang dahulu ditakuti warga lokal. Arya bersama sesama peselancar nasional akhirnya membuat pertandingan selancar sungai yang disebut baru pertama kali di dunia.
”Kami mencoba membuat metode penilaian pada selancar sungai ini dengan formula berdasarkan manuver selama tiga menit dan berpasangan. Semoga metode ini bisa diterima sebagai patokan penilaian peselancar sungai dunia,” kata Arya. Untuk kali pertama, panitia belum mengundang peselancar asing.
Fenomena alam
Bono adalah fenomena alam. Di Isle Surf and SUP, situs selancar dunia, bono Sungai Kampar dikategorikan gelombang sungai terbaik dari lima lokasi di dunia. Nomor dua berada di Sungai Qiantang yang membelah Provinsi Haining, China, yang diberi sebutan Naga Perak. Lalu di Sungai Araguari, Apama, Brasil; Gloucertershire di Inggris; dan Cook Inlet di Alaska, Amerika Serikat (AS).
Bono terjadi akibat pasang laut masuk ke sungai atau muara yang sempit berbentuk corong. Energi pasang laut menciptakan ombak tinggi di sungai dan dapat berjalan sepanjang 40 kilometer (km). Tinggi gelombang bono tergantung musim, terutama saat menjelang purnama.
Bono semula adalah peristiwa alam yang sangat ditakuti warga sekitar Teluk Meranti. Ombak besar itu bisa menenggelamkan kapal nelayan dan menyapu apa saja yang ada di bibir sungai. Mitosnya, bono adalah pertemuan tujuh hantu. Steve King, seorang peselancar sungai (tidal bore surfer) dari Inggris mencoba menorehkan sejarah baru dalam catatan surfing di atas gelombang sungai dengan waktu terlama dan jarak terpanjang di Teluk Meranti, Pelalawan, Riau.
Menurut Abu Somah (83), sesepuh warga Teluk Meranti, bono kerap mengambil korban jiwa. Tahun 1985 dikabarkan 45 orang tenggelam di sungai itu tersapu bono. Sejak saat itu, bono kian dihindari. Tak ada yang berani mendekatinya.
Lima tahun terakhir, bono dikenal dunia luar. Beberapa peselancar asing mulai hadir, seiring masuknya lembaga pemerhati lingkungan dunia, Greenpeace, di Semenanjung Kampar. Peselancar kelas dunia, seperti Steve King, beberapa kali datang dan menjajal ketahanan berselancar yang konon memecahkan rekor berselancar paling lama di dunia tahun 2012.
Peselancar dunia, Antony Colas, Eduardo Bage, Fabrice Colas, dan Patrick Audoy membuat film dokumenter ekspedisi bono yang disutradarai Maxence Peyras. Film itu mendapatkan penghargaan ketiga terbaik pada festival film selancar dunia tahun 2011. Bono kian berkibar.
Dampak kehadiran peselancar asing itu langsung mengubah wajah Teluk Meranti, terutama terhadap kehidupan warga lokal. Di kaki peselancar, ”gelombang maut” bono hanya dijadikan mainan. Tiada yang terluka, apalagi mati karenanya.
Kaum muda Teluk Meranti pun mulai keranjingan berselancar. Dinas Pariwisata Kampar lalu menyediakan 10 papan selancar untuk dipakai kaum muda. Beberapa warga membuat papan selancar dari kayu jenis pulai yang terbilang ringan.
Kini, setiap bono melintasi Teluk Meranti, puluhan pemuda menunggu di hilir sungai dan ramai-ramai berselancar. Tidak ketinggalan kaum perempuan juga ikut serta meskipun baru satu yang terlibat, yakni Vicky Lestari (16).
Vicky menekuni dunia selancar sejak tiga tahun lalu tatkala Patrick Audoy memberikannya sebuah papan selancar. Pelajar kelas III SMPN Teluk Meranti itu menjadi gemar berselancar. Sayangnya, belum ada perempuan lain yang mengikuti langkah Vicky menantang ombak. Hikayat tujuh hantu bono belum sepenuhnya hilang di benak orangtua setempat sehingga melarang anak perempuannya ikut menyusur ombak. Peserta lomba Bekudo Bono mendayung sampan sambil menjaga keseimbangan dari hempasan gelombang bono, Sungai Kampar, Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Selasa (19/11/2013). Lomba tersebut merupakan rangkaian dari Festival Bekudo Bono 2013. Acara diselenggarakan 17-23 November dengan beragam kegiatan, mulai dari lomba memancing, berselancar hingga pergelaran budaya lokal dan bazar.
Dalam lomba selancar kelas amatir, Vicky menjadi satu-satunya peserta perempuan sehingga dia harus berlaga di kelas laki-laki. Meski demikian, dia mampu menjadi juara ketiga.
Pemerintah Kabupaten Pelalawan menjadikan bono sebagai obyek wisata yang dapat dikembangkan di masa depan. ”Bono menjadi primadona pariwisata Kampar. Kami sudah menyusun cetak biru untuk pengembangannya,” ujar Abraham Heri, Penanggung Jawab Bekudo Bono tahun 2013. Jalan masih panjang.... (Syahnan Rangkuti)
”Luar biasa. Hanya itu yang bisa saya katakan tentang bono,” ujar Marlon Gerber, peselancar juara nasional 2011, seusai menjajal ombak bono dalam rangkaian Festival Bekudo Bono di Teluk Meranti, Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, beberapa saat lalu.
Peselancar senior Indonesia, Arya Subiakto, dalam tiga tahun terakhir tak pernah absen menjajal bono yang dahulu ditakuti warga lokal. Arya bersama sesama peselancar nasional akhirnya membuat pertandingan selancar sungai yang disebut baru pertama kali di dunia.
”Kami mencoba membuat metode penilaian pada selancar sungai ini dengan formula berdasarkan manuver selama tiga menit dan berpasangan. Semoga metode ini bisa diterima sebagai patokan penilaian peselancar sungai dunia,” kata Arya. Untuk kali pertama, panitia belum mengundang peselancar asing.
Fenomena alam
Bono adalah fenomena alam. Di Isle Surf and SUP, situs selancar dunia, bono Sungai Kampar dikategorikan gelombang sungai terbaik dari lima lokasi di dunia. Nomor dua berada di Sungai Qiantang yang membelah Provinsi Haining, China, yang diberi sebutan Naga Perak. Lalu di Sungai Araguari, Apama, Brasil; Gloucertershire di Inggris; dan Cook Inlet di Alaska, Amerika Serikat (AS).
Bono terjadi akibat pasang laut masuk ke sungai atau muara yang sempit berbentuk corong. Energi pasang laut menciptakan ombak tinggi di sungai dan dapat berjalan sepanjang 40 kilometer (km). Tinggi gelombang bono tergantung musim, terutama saat menjelang purnama.
Menurut Abu Somah (83), sesepuh warga Teluk Meranti, bono kerap mengambil korban jiwa. Tahun 1985 dikabarkan 45 orang tenggelam di sungai itu tersapu bono. Sejak saat itu, bono kian dihindari. Tak ada yang berani mendekatinya.
Lima tahun terakhir, bono dikenal dunia luar. Beberapa peselancar asing mulai hadir, seiring masuknya lembaga pemerhati lingkungan dunia, Greenpeace, di Semenanjung Kampar. Peselancar kelas dunia, seperti Steve King, beberapa kali datang dan menjajal ketahanan berselancar yang konon memecahkan rekor berselancar paling lama di dunia tahun 2012.
Peselancar dunia, Antony Colas, Eduardo Bage, Fabrice Colas, dan Patrick Audoy membuat film dokumenter ekspedisi bono yang disutradarai Maxence Peyras. Film itu mendapatkan penghargaan ketiga terbaik pada festival film selancar dunia tahun 2011. Bono kian berkibar.
Dampak kehadiran peselancar asing itu langsung mengubah wajah Teluk Meranti, terutama terhadap kehidupan warga lokal. Di kaki peselancar, ”gelombang maut” bono hanya dijadikan mainan. Tiada yang terluka, apalagi mati karenanya.
Kaum muda Teluk Meranti pun mulai keranjingan berselancar. Dinas Pariwisata Kampar lalu menyediakan 10 papan selancar untuk dipakai kaum muda. Beberapa warga membuat papan selancar dari kayu jenis pulai yang terbilang ringan.
Kini, setiap bono melintasi Teluk Meranti, puluhan pemuda menunggu di hilir sungai dan ramai-ramai berselancar. Tidak ketinggalan kaum perempuan juga ikut serta meskipun baru satu yang terlibat, yakni Vicky Lestari (16).
Dalam lomba selancar kelas amatir, Vicky menjadi satu-satunya peserta perempuan sehingga dia harus berlaga di kelas laki-laki. Meski demikian, dia mampu menjadi juara ketiga.
Pemerintah Kabupaten Pelalawan menjadikan bono sebagai obyek wisata yang dapat dikembangkan di masa depan. ”Bono menjadi primadona pariwisata Kampar. Kami sudah menyusun cetak biru untuk pengembangannya,” ujar Abraham Heri, Penanggung Jawab Bekudo Bono tahun 2013. Jalan masih panjang.... (Syahnan Rangkuti)
Editor | : I Made Asdhiana |
Sumber | : KOMPAS CETAK |